Musik tradisional maupun modern di Jakarta menggambarkan perpaduan antarbudaya dan etnis. Pengaruh dari luar Indonesia berasal dari Belanda, Tiongkok, Portugal, Arab dan India.
Untuk musik tradisional di Jakarta, seperti tanjidor dan gambang kromong, terdapat pengaruh baik etnis Sunda seperti penggunaan rebab dan terompet tradisional. Ada pula pengaruh asing seperti halnya Trombone dan Gitar dari Eropa dan beberapa irama musik tradisional Tionghoa. Pengaruh dari Portugal juga menghasilkan musik yang disebut Keroncong
Gambang Kromong
Salah satu jenis musik yang cukup populer di tengah maraknya blantika musik Indonesia adalah gambang kromong. Jenis musik ini hampir tidak pernah absen dalam berbagai kesempatan. Ada grup musik gambang kromong pernah tampil di mancanegara dan banyak grup musik gambang kromong yang secara berkala pernah mengisi acara di radio, layar kaca, dan hotel berbintang. Selain itu gambang kromong selalu tampil dalam acara-acara budaya yang bernuansa Betawi dan festival-festival lainnya. Menurut informasi di wilayah sekitar Jakarta, ada sekitar seratus grup gambang kromong. Jenis musik Betawi ini terdapat perbauran yang harmonis antara unsur pribumi dengan unsur Cina. Perbauran itu tampak pada alat musiknya.
Keroncong Tugu
Keroncong Tugu sesuai dengan sebutannya merupakan orkes keroncong khas Kampung Tugu, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Menurut sejarahnya, penduduk kampung itu menganggap dirinya adalah keturunan orang Portugis. Nama-nama mereka, sampai sekarang bayak yang masih menggunakan nama Portugis. Ada tiga hal yang bertahan dalam tradisi keroncong tugu, yaitu alat musik, lagu-lagu (repertoar), dan kostum pemainnya. Alat musiknya tetap seperti tiga abad yang lalu, yakni keroncong, biola, okulele, banyo, gitar, rebana, kempul dan sello. Lagu-lag yang tidak pernah ditinggalkan adalah lagu-lagu lama, Kaparinyo, Moresco, dan lagu-lagu stambul Betawi.
Rebana
Rebana adalah alat musik berkulit yang bernafaskan Islam yang dipergunakan sebagai sarana upacara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, pernikahan, khitanan, kenduri dan sebagainya. Di samping orkes gambus, musik betawi yang menunjukkan adanya pengaruh Timur Tengah dan bernapaskan agama Islam adalah berbagai jenis orkes rebana. Berdasarkan alatnya, sumber syair yang dibawakannya dan latar belakang sosial pendukungnya, rebana betawi terdiri dari bermacam-macam jenis dan nama, seperti rebana ngarak, rebana dor, dan rebana biang. Sebutan rebana ketrimping, mungkin, karena adanya tiga pasang 'kerincingan', yakni semacam krecek. Rebana ngarak dipergunakan untuk mengarak pengantin pria menuju rumah pengantin wanita.
Tari
Seni tari di Jakarta merupakan perpaduan antara unsur-unsur budaya masyarakat yang ada di dalamnya. Pada awalnya, seni tari di Jakarta memiliki pengaruh Sunda dan Tiongkok, seperti tari Jaipong dengan kostum penari khas pemain Opera Beijing. Namun Jakarta dapat dinamakan daerah yang paling dinamis. Selain seni tari lama juga muncul seni tari dengan gaya dan koreografi yang dinamis.
SERATUS tahun silam, negara kesatuan Republik Indonesia belum terbentuk. Yang ada kelompok- kelompok etnis seperti Jawa, Bali, Minang, dan Melayu yang hidup terpisah-pisah di bawah kekuasaan penjajah Belanda. Sebelum penjajah hadir, penguasa pribumi-raja-raja, terutama Jawa dan Bali- melegitimasikan kekuasaan dan pengaruhnya dengan patronase dan penyelenggara berbagai pertunjukan sebagai bagian dari upacara negara, agama, atau kegiatan rekreasi dan hiburan semata.
Melalui upacara spektakuler seperti garebeg, sekaten, eka dasa rudra, dan galungan para raja menunjukkan kebesarannya. Melalui wacana konsep dewa-raja, ratu gung binathara, gelar kebesaran sayidin panata gama kalifatullah tanah Jawa, rakyat diyakinkan akan kekuasaan dan kebesaran penguasa. Masyarakat Jawa masa lalu terbagi dua kelompok para priyagung dan rakyat biasa (kawula alit). Posisi tak menguntungkan rakyat kecil ini secara tradisi harus diterima dengan patuh tanpa bertanya.
Masuknya penjajah Belanda memperburuk situasi hidup. Raja-raja, penguasa lokal yang didewakan rakyat, tak lagi berkuasa penuh tetapi harus tunduk dan melayani kepentingan penjajah Belanda. Awalnya, para penguasa pribumi secara sporadis melawan Belanda. Mereka berjuang sendiri-sendiri dengan kekuatan ekonomi, militer, teknologi, dan strategi yang tak memadai, karenanya banyak yang tergilas.
Tiga ratus tahun berjuang tanpa hasil, raja-raja Jawa dan Bali kemudian banyak yang pasrah dan memusatkan perhatiannya pada kegiatan gamelan, tari dan wayang, atau mistik. Wacana budaya pada saat ini adalah bertahan hidup. Kebesaran raja-raja Jawa sebenarnya tinggal nama, karena secara politik dan ekonomi mereka sangat bergantung kepada Pemerintah Hindia Belanda. Ada kalanya para raja justru membantu penjajah Belanda mengeksploitasi rakyatnya.
Patronase pertunjukan tari, wayang dan gamelan tetap, walau jumlahnya berkurang. Upacara-upacara besar yang diselenggarakan raja berubah fungsi dari sebuah ritual yang mengandung martabat menjadi hiburan atau klangenan yang lebih mementingkan gebyar wujud daripada esensi isi. Upacara garebeg misalnya, tak lagi diselenggarakan semata-mata untuk keselamatan dan kemakmuran Raja Jawa dan rakyatnya, tetapi juga (dan terutama) untuk Kanjeng Ratu Wilhelmina.
Memasuki abad ke-20, seiring dengan pergerakan nasional, terjadi demokratisasi dan komersialisasi. Seni pertunjukan yang semula dihayati sebagai ekpresi budaya perlahan-lahan berubah menjadi produk atau komoditas. Tontonan keraton yang semula merupakan klangenan kaum ningrat, diproduksi secara populer untuk rakyat biasa. Di Surakarta, Sunan Paku Buwono X membuka Taman Hiburan Sri Wedari dengan pertunjukan wayang orang yang main setiap malam. Masyarakat Surakarta dan sekitarnya (yang masih kuat berorientasi ke budaya istana), menyambut dengan gembira. Melalui pertunjukan wayang orang, mereka bisa mengidentifikasikan dirinya dengan kaum priyayi dan bisa mengagumi kebesaran masa silam. Raja dan rakyat memiliki perasaan yang sama dalam menghadapi penjajah Belanda.
SENI RUPA
Arsitektur
Masyarakat Betawi tidak memiliki gaya bangunan yang khas. Cara membuat bangunan pun sama dengan daerah lain. Namun ada yang khas Betawi seperti dalam teknik penyambungan, yaitu “tiang guru” dengan “penglari” selalu diperkuat dengan “pen” (semacam pasak yang terbuat dari bambu) sebagai pengganti paku. Bila rumah itu akan dibongkar pasak-pasak itu tinggal dicopot saja untuk kemudian dipasang kembali di tempat yang baru.
Rumah tradisional Betawi secara geografis biasanya berada di lingkungan dekat air. Pada bagian pesisir atau pantai masih terdapat beberapa rumah yang mewakili bentuk arsitektur tradisional, seperti rumah si Pitung di Marunda Pulo, Jakarta Utara. Di bagian pedalaman, rumah-rumah tradisional Betawi yang masih mewakili terdapat di kawasan Condet, Bale Kambang dan Batuampar, Jakarta Timur. Tata letak rumah orang Betawi tidak berorientasi terhadap arah mata angin, mereka lebih mengutamakan alasan-alasan praktis, seperti bentuk dan orientasi pekarangan dan fungsi-fungsinya.
Rumah Si Pitung yang berkolong mengingatkan kita pada rumah-rumah tradisional di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Sementara di pinggiran Jakarta, seperti di Kalisari Pasar Rebo, Jakarta Timur, terdapat rumah berkolong rendah. Tinggi kolongnya seperti rumah-rumah kebanyakan di Laki-lakingan. Rumah-rumah yang merupakan peralihan dari yang berkolong ke tanpa kolong terdapat di Pondong Rangon, Keranggan, dan Tipar. Tingginya antara 20—30 cm
Rumah penduduk Betawi yang cukup mampu biasanya terdiri dari bangunan inti, “paseban”, dan dapur. Bangunan inti untuk tempat tidur tuan rumah dan anak gadis. Kamra-kamarnya berseberangan. Paseban terletak di depan bangunan inti berupa bangunan tanpa dinding sebagai sambungan dari langkan. Atapnya disambungkan dengan langkan. Fungsinya banyak, antara lain sebagai tempat menerima tamu, tempat duduk-duduk keluarga, tempat tidur anak laki-laki, juga untuk menyimpan padi sebelum dimasukukan ke dalam lumbung. Sementara dapur di belakang dan atapnya menempel dengan bagian belakang bangunan ini yang disambungkan dengan talang seng. Fungsinya untuk memasak dan kegiatan domestik lainnya. Dengan demikian, rumah seperti ini memiliki tiga wuwungan.
Pada umumnya bangunan inti rumah tradisional Betawi tanpa kolong memiliki serambi depan yang terbuka yang disebut “langkan”. Bila tidak berkolong, di serambi itu biasa diletakkan balai-balai. Meskipun depannya terbuka sama sekali, di kiri-kanannya biasanya terdapat jendela tanpa daun. Seringkali pula bentuk atas jendela itu berbentuk lengkung seperti bentuk kubah masjid. Rumah tanpa kolong ini biasanya berlantai dari tanah, tembok, ubin dari batu pipih atau semen.
Sementara di bagian kiri dan kanan bangunan inti ada jendela berjeruji yang menghadap ke paseban. Fungsinya untuk memasukkan cahaya ke ruang dalam. Ia juga berfungsi sebagai tempat pertemuan gadis Betawi dengan kekasihnya dan kunjungan sang pacar biasa disebut “ngelancong.” Jendela itu sering pula disebut “jendela intip” karena di masa lalu para anak gadis Betawi yang belum terlibat hubungan percintaan yang intim hanya bisa mengintip dari balik jendela itu.
Tidak ada pembagian ruangan yang mutlak dalam rumah Betawi. Apalagi membaginya berdasarkan jenis kelamin penghuninya, meski kadang anak-anak gadis Betawi ditempatkan di kamar depan. Peruntukan ruang lebih karena pertimbangan praktis saja. Akan tetapi pembagian ruang yang cenderung simetris berlaku hampir mutlak. Pasalnya, ruang depan dan ruang belakang di mulai dari pinggir kiri ke pinggir kanan tanpa pembagian ruang lagi.
Berdasarkan bentuk dan struktur atapnya, rumah tradisional Betawi dibagi ke dalam tiga jenis: potongan gudang, potongan joglo (limasan), dan potongan bapang atau kebaya. Masing-masing potongan atau bentuk ini berkaitan erat dengan pembagia denahnya.
Potongan Gudang
Potongan gudang berbentuk empat persegi panjang dengan denah segi empat yang memanjang dari depan ke belakang. Atapnya berbentuk pelana, tetapi ada pula yang berbentuk perisai. Susunan atapnya, baik yang berbentuk pelana maupun perisai, tersusun dari kerangka kuda-kuda. Bila berbentuk perisai ditambah dengan sebuah eleman struktur atau yang dalam istilah setempat disebut jure. Struktur kuda-kuda dalam potongan gudang biasanya bersistem agak kompleks, karena sudah mulai memakai batang tekan miring sebanyak dua buah yang saling bertemu pada sebuah batang tarik tegak yang biasa disebut ander.
Pada bagian depan biasanya terdapat sepenggal atap, yang biasa disebut empyak, atau markis, atau topi, berfungsi sebagai penahan tempias hujan atau cahaya matahari, pada ruang depan yang biasanya terbuka. Empyak biasa ditopang oleh tiang penyangga atau tangan-tangan yang disebut sekor-sekor. Biasanya dari kayu, ada pula yang terbuat dari besi. Sistem ini tidak dikenal pada rumah-rumah tradisional lainnya di Indonesia. Karena itu tampaknya bisa dipastikan bahwa sistem ini merupakan pengaruh dari bangunan-bangunan yang dibuat oleh Belanda di Jakarta.
Potongan Joglo
Pada umumnya potongan ini berbentuk bujur sangkar. Dari seluruh bentuk bujur sangkar itu, bagian yang sebenarnya merupakan potongan joglo adalah bagian dari empat persegi panjang yang garis panjangnya terdapat pada kanan-kiri ruang depan. Atap bagian depan merupakan terusan dari atap joglo yang ada. Dengan demikian, bagia utama bangunan beratap potongan joglo dengan bagian depan yang atapnya merupakan sambungan dari bagian utama itulah yang menimbulkan denan berbentuk bujur sangkar.
Dari bentuknya dapat dipastikan bahwa potongan joglo merupakan bentuk adaptasi dari rumah tradisional Jawa. Perbedaannya adalah pada potongan joglo rumah tradisional Jawa, tiang-tiang utama penopang struktur atapnya merupakan unsur yang mengarahkan pembagian ruang pada denah. Sedang pada potongan joglo Betawi hal itu tidak nyata. Di samping itu struktur atap joglo tradisi Jawa disusun oleh sistem temu gelang atau payun, joglo Betawi disusun oleh kuda-kuda. Berbeda dengan potongan gudang, rumah potongan joglo Betawi pada umumnya tidak dilengkapi dengan batang-batang diagonal seperti ditemukan pada sistem kuda-kuda Barat yang diperkenalkan oleh orang Belanda.
Potongan Bapang (Kebaya)
Pada dasarnya atap rumah potongan bapang atau kebaya adalah berbentuk pelana. Berbeda dari atap rumah potongan gudang, bentuk pelana rumah potongan bapang (kebaya) tidak penuh. Kedua sisi luar rumah potongan bapang (kebaya) sebenarnya berbentuk terusan (sorondoy) dari atap pelana tadi yang terletak di bagian tengahnya. Dengan demikian maka yang berstruktur kuda-kuda adalah bagian tengahnya.
Ragam Hias
Ragam hias Betawi disebut pula dekorasi gaya Betawi. Ragam hias merupakan permainan geometri. Geometri adalah dasar untuk arsitektur, berbagai ragam hias, dan pengenalan dunia simbol. Ragam hias Betawi sudah ada sejak jaman neolitikum. Ketika itu sudah lazim digunakan bentuk cagak. Bentuk cagak menjadi ragam hias pada leher periuk tanah. Cagak mengalami pengembangan menjadi bentuk tumpal. Bentuk tumpal dalam kain batik Betawi berbentuk temu tumpal. Bentuk cagak maupun tumpal sebenarnya bentuk lain dari gunung. Bentuk cagak dan tumpal mempunyai arti kekuatan.
Rumah tradisional Betawi diberi ragam hias gigi balang yang diletakkan pada lisplang yang berfungsi memberi keindahan pada rumah. Bentuk lain adalah banji. Banji memiliki pola segi empat. Pola ini terpengaruh kebudayaan Hindu yang artinya dinamis. Pola banji sering dikombinasikan dengan unsur tumbuh-tumbuhan. Yang paling banyak dipilih adalah bunga lima atau bunga tapak dara. Bunga tapak dara dalam tradisi pengobatan Betawi berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit. Unsur flora lain yang digunakan sebagai ragam hias antara lain cempaka, jambu mede, delima, pucuk rebung, dan lain-lain. Bentuk ragam hias lain adalah matahari, kipas, varian botol. Yang paling jelas ragam hias ditemukan pada langkan, tiang utama, garde, lisplang, siku yang berada di luar flapon.
Masjid di Betawi memiliki ragam hias hampir sama dengan rumah tradisional. Ada ragam hias temu tumpal dalam berbagai variasi. Ada ragam hias bunga tapak dara. Ada pula ragam hias lonjong dan mute setengah lingkaran. Pada lobang angin ada mute lingkaran penuh.
Perahu nelayan Betawi juga mempunyai ragam hias tertentu, sebagaimana perahu-perahu nelayan di pesisir utara Jawa lainnya. Nama dan bentuknya sama dengan hiasan perahu di sejumlah pantai utara Jawa, seperti Cilamaya, Pamanukan, Eretan, Cirebon, dan Tegal. Yakni bentuk seperti “tembon” atau “compreng” dari Cirebon, “sopek” dari Tegal dan Eretan, “sekocian” dari Teluk Naga, Indramayu. Warna yang digunakan mencolok, seperti merah, jingga, hijau, kuning, dan putih. Kebanyakan melukiskan ombak bergulung-gulung dalam bentuk garis lengkung, patah-patah, rege, rendeng, dan kepang. Pada bagian ujung haluan sering tampak motif-motif geometris seperti jajaran genjang bersambung-sambung.
Hiasan pesta di Betawi banyak terbuat dari daun-daunan, kertas minyak, dan buah-buahan, terutama pisang bertandan yang digantung. Sementara daun yang biasa dipakai adalah daun beringin dan daun bambu. Di daerah tertentu seperti di Ceger, Bambu Apus, dan sekitarnya, ada pula dipakai hiasan daun kelapa untuk “gantungn kaul” dan “ketupat lepas”. Bentuk bunga-bungaan dari kertas minyak berwarna-warni paling sering terlihat dalam hiasan pesta, berbentuk bendera kecil dan semacam “serunting” yang dililitkan di lidi. Kue-kue di nampan juga diberi hiasan kertas minyak dengan berbagai motif. Adapun hiasan “kembang kelapa” (“kembang kelape” di Betawi Kota) merupakan hiasan yang juga terdapat di Ponorogo, Jawa Timur, dan Malaysia. Ini membuktikan cikal bakal masyarakat Betawi datang dari berbagai penjuru Nusantara. Hiasan kembang kelapa bermakna agar manusia dapat hidup berguna bagi lingkungannya, sebagaimana pohon kelapa yang seluruh bagian dirinya bermanfaat bagia manusia.
Alat kesenian di Betawi mempunyai ragam hias tergantung dari daerah asalnya: Sunda, Jawa, Cina. Alat musik gamelan ajeng mempunyai ragam hias Sunda, sementara instrumen gambang kromong menampakkan ragam hias Cina.
Batik yang disenangi di Betawi adalah corak pesisiran, seperti Pekalongan, Lasem, Cirebon dengan warna-warna yang mencolok. Sementara motif-motif batik yang disukai adalah jamblang, babaran kalengan, dan jelamprang. Motifnya antara lain terdiri dari garis segitiga panjang melancip, ujungnya yang melancip disambungkan dengan ujung segitiga panjang lainnya. Jenis batik ini biasa dipakai oleh perempuan yang menghadiri pesta pernikahan atau para penari cokek. Jenis batik ini juga disukai perempuan-perempuan Belanda di Batavia.
Sebagaimana masyarakat pesisir lainnya, perempuan Betawi menyukai batik berwarna cerah mencolok, bukan sogan, dengan kepala atau tumpal bermotif geometris, antara lain berbentuk segitiga, yang dalam istilah setempat disebut sebagai “mancungan”. Di daerah pinggiran Jakarta motif seperti itu disebut “pucuk rebung”. Motig burung funiks atau burung hong (feng huang) pada batik juga banyak disenangi perempuan-perempuan Cina Betawi (encim). Burung funiks memberikan kesan gemulai dan menambah wibawa bagi pemakainya.
Pakaian Betawi banyak ragamnya. Ada pakaian sehari-hari, ada pula pakaian resmi. Belum lagi pakaian pengantin, laki-laki dan perempuan. Pakaian sehari-hari laki-laki Betawi biasanya baju koko atau sadariah, celana batik, kain pelekat, dan peci. Akan tetapi di daerah Betawi pinggiran pakaian ini bisa menjadi pakaian pesta. Sementara pakaian sehari-hari perempuan Betawi berupa baju kurung berlengan pendek, kadang-kadang bersaku di depannya, kain batik sarung. Ada yang berkerudung, ada yang tidak, terutama orang pinggiran.
Pakaian yang disebut ujung serong biasa dipakai oleh bapak-bapak berupa jas tertutup dengan celana pantalon. Kain batik dikenakan di sekitar pinggang dengan ujungnya serong di atas lutut, dan selipan pisau raut. Aksesoris kuku macan dan jam saku rantai. Tutup kepala berupa liskol atau kopiah dan alas kaki sepatu pantovel. Ini pakaian demang zaman dahulu yang kini menjadi pakaian resmi adat Betawi. Pakaian “abang Jakarte” kurang lebih seperti ini. Hanya penutup kepalanya berupa liskol, tanpa kuku macan dan jam saku rantai. Sementara pakaian “none Jakarte” adalah kebaya panjang berenda (kebaya encim), kain batik corak jelamprang Pekalongan, bersanggul tidak terlalu besar (konde cepot) dan diberi hiasan tusuk konde, melati atau cempaka putih. Selendang seringkali berfungsi juga sebagai kerudung.
Pakaian pengantin Betawi mendapat pengaruh dari Arab, Cina, Barat, dan Melayu. Pakaian pengantin laki-laki biasa disebut “dandanan care haji” berupa jubah dan tutu kepala “sorban” yang disebut “alpie”. Jubah dibuat longgar dan besar dengan motif hiasan flora atau burung hong, berbenang emas, manik-manik, bahan kain jubah beludru, warna cerah. Jubah dalam disebut “gamis” berupa kain putih halus model kurung panjang, terbuka dari leher ke uluhati. Ukurannya lebih panjang dari jubah luas sebatas matakaki. Perlengkapan lain berupa selendang bermotif benang emas atu manik berwarna cerah. Tak ketinggalan, sepatu pantovel.
Sementara pakaian pengantin perempuan biasa disebut “rias besar dandanan care none pengantin cine”. Pengaruh Cina sangat menonjol pada model, nama kelengkapan dan motif hiasannnya. Bajunya model blus Shanghai bahan saten atau lame berwarna cerah. Baju bawah atau rok disebut “kun” melebar ke bawah dengan motif hiasan burung hong dari mute atau manik dan benang emas. Warna kun biasanya gelap, merah hati atau hitam. Hiasan kepalanya disebut kembang goyang motif burung hong dengan sanggul buatan dan cadar di wajah. Perhiasan lain berupa gelang listring, kalung tebar, anting kerabu, hisasn dada teratai manik-manik dan selop model perahu. Hiasan lain adalah bunga melati berupa roje melati dan sisir melati.
Seni teater DKI jakarta
Kedaulatanrakyat;28/07/2008 08:05:47
Beberapa ragam bahasa dalam ketoprak menunjukkan watak, kedudukan, trah keturunan, latar belakang dan status sosial tokoh-tokoh yang tampil dalam setiap adegan. Dalam tradisi Jawa, tingkat-tingkat pemakaian bahasa tersebut berkait erat dengan unggah-ungguh, etika, tata krama dan budi pekerti. Artikulasi dialog dalam berbahasa Jawa juga punya arti penting dalam penyajian ketoprak sebagai tontonan, karena pertunjukan ketoprak tanpa didukung artikulasi yang baik akan mengurangi nilai artistik dan estetika, serta menghambat penyampaian makna dialog. Karena itu, selain intonasi dan aksentuasi harus jelas, pemain ketoprak juga harus mampu mengucapkan dialog dengan benar dan lafal yang pas.
PERNYATAAN tersebut dikemukakan oleh pakar sekaligus pemerhati ketoprak Yogyakarta, Handung Kussudyarsana (alm) sekitar tahun 80-an. Unsur bahasa, hanyalah salah satu faktor keadiluhungan kesenian ketoprak. Sebab, unsur busana (kostum) juga mengandung ajaran watak dan kedudukan seseorang.
Sejak kelahirannya, bahasa yang dipakai dalam pementasan ketoprak adalah bahasa Jawa. Sementara itu sistem komunikasi dalam ketoprak dilakukan dengan dialog dan tembang. Namun ragam bahasa yang digunakan dalam ketoprak lesung hanya bahasa ngoko atau krama ndesa, sedangkan dalam perkembangannya ketoprak menggunakan empat ragam bahasa. Yaitu krama inggil, krama ndesa, ngoko, kedhaton, dan bagongan. Hal itu seiring dengan perkembangan lakon-lakon ketoprak yang kemudian juga bersumber dari cerita sejarah dan babad, bukan hanya berasal dari legenda.
Disebutkan pula, perbedaan Ketoprak Mataram dengan Ketoprak Surakarta dan Ketoprak Jawa Timur, antara lain terdapat pada aksentuasi dialog. Aksen dialog ketoprak Surakarta, Jawa Timur dan Pesisiran cenderung pada pola aksen dialog wayang wong, sedangkan Ketoprak Mataram lebih cenderung pada aksen dialog keseharian masyarakatnya.
MASIH segar dalam ingatan kita, bagaimana masyarakat berduyun-duyun menyaksikan pergelaran ketoprak di berbagai daerah, terutama di wilayah pedesaan. Masih kita ingat pula bagaimana banyak remaja putri tergila-gila kepada tokoh bambangan atau penonton yang kedanan kepada pemeran andal seperti Marjiyo, Widayat atau primadona (sripanggung) Marsidah? Atau kita masih merasakan kebencian kepada tokoh antagonis seperti Mukiyar dan Dirjo Tambur? Itu semua terjadi karena ketoprak sebagai teater rakyat pada zaman keemasannya memang benar-benar mampu meyakinkan kepada penontonnya bahwa permainan mereka di panggung bukan sekadar cerita tetapi merupakan kejadian nyata.
Sekarang, apakah pergelaran ketoprak semacam itu masih bisa kita saksikan? Lantas bagaimana nasib Ketoprak Mataram yang sudah identik dengan sebutan kesenian rakyat Yogyakarta? Sarasehan Ketoprak di Griya KR, belum lama ini, yang mengangkat tema Kethoprak Wis Wancine Tangi, seolah menyadarkan kita, bahwa kesenian ini perlu dilestarikan dan dikembangkan.
***
KETOPRAK sebagai kesenian rakyat tradisional, diakui oleh Widayat dalam Ketoprak Orde Baru (FKY 1997), mampu berkembang seiring perkembangan zaman dan teknologi, karena ketoprak memang lentur, luwes dan adaptif. Bahkan ketoprak selalu terbuka terhadap pengaruh konsep seni dari luar ketoprak. Hal itu terlihat jelas dari sejarah perkembangan ketoprak yang terus berkembang, dari ketoprak lesung, ketoprak ongkek, ketoprak pendapan, sampai ketoprak panggung (tobong). Dalam kaitan teknologi komunikasi, ketoprak juga bisa beradaptasi dengan teknologi audio, sehingga mulai 1937/1938, ketoprak sudah mengudara lewat radio (RRI) Yogyakarta, yang dipelopori grup ketoprak Krido Raharjo pimpinan Ki Cokrojiyo. Mulai 1972, ketoprak juga bisa tampil secara audio-visual lewat TVRI.
Hal senada dikemukakan oleh Bondan Nusantara selaku praktisi seni ketoprak. Bahwa ketoprak memiliki keluwesan dan kelenturan menerima berbagai perubahan, termasuk menghilangkan unsur yang sudah tidak sesuai dan menambah unsur yang dianggap sesuai dengan perkembangan sosio-kulturalnya. Karena itu ketoprak mampu bertahan hidup. Hal itu berbeda dengan wayang wong dan ludruk, yang perkembangannya agak tersendat, karena kurang mampu beradaptasi dengan perubahan zaman lingkungannya.
Pertemuan Seniman ketoprak DIY 1972 menghasilkan rumusan bahwa ketoprak sebagai kesenian (drama/teater) rakyat yang tumbuh subur di wilayah Yogya, Jawa Tengah dan Jawa Timur terbagi dalam tiga periodisasi. Yaitu Periode Ketoprak Lesung (1908-1925), Periode Ketoprak Peralihan (1926-1927), dan Periode Ketoprak Gamelan (mulai 1928). Sementara itu Lokakarya Ketoprak yang diselenggarakan Taman Budaya Yogyakarta (1997) memunculkan gagasan bentuk baru ketoprak, yakni ketoprak garapan. Dengan demikian mulai saat itu dikenal adanya ketoprak konvensional dan ketoprak garapan.
Secara rinci, Bondan menyebutkan bahwa ciri-ciri ketoprak konvensional antara lain tidak menggunakan naskah penuh atau skenario, dramatika lakon mengacu pada wayang kulit purwa, dialog bersifat improvisasi, akting dan bloking hanya intuitif, tata busana dan rias relais, musik pengiringnya gamelan Pelog dan Slendro, menggunakan keprak dan tembang, dan waktu pergelaran sekitar 5-6 jam.
***
SEBAGAI produk budaya, penggunaan bahasa Jawa konon memiliki makna filosofis bagi masyarakatnya. Karena itu, sangat mungkin, di balik sajian ketoprak sebagai teater rakyat, juga terkandung makna filosofis bagi wong Jawa. Muhammad Jazuli dalam Kongres Bahasa Jawa tahun 2001 di Yogyakarta menyebutkan, dalam pandangan komunitas Jawa, bahasa bukan hanya dipandang sebagai alat ekspresi dan komunikasi, tetapi juga menjadi wahana menjelaskan fenomena dan menyiasati alam semesta serta simbol eksistensi orang Jawa dalam hubungannya dengan tatanan makrokosmos dan mikro kosmos. Hubungannya dengan orang lain maupun dengan dirinya sendiri.
”Semuanya itu mengarah pada cita-cita tertinggi orang Jawa, yaitu manunggaling kawula-gusti, yang merefleksikan saling ketergantungan melalui pengetahuan tentang sangkan paraning dumadi. Karena itu ungkapan atau kata-kata dalam bahasa Jawa sering terkandung nilai-nilai etika, estetika, filsafat, sosio-religi dan pendidikan, yang mengarah pada sikap dan perilaku budi luhur,” tegas Muhammad Jazuli dalam makalahnya, Hegemoni dalam Bahasa Jawa. Etika terlihat pada ungkapan sepi ing pamrih rame ing gawe. Estetika tampak pada konsep alus-kasar, sedangkan nilai-nilai filosofi tampak pada ungkapan amemangun karyenak tyasing sasama (selalu membuat bahagia orang lain). Nilai pendidikan tampak pada ajaran (piwulang) seperti aja rumangsa bisa nanging bisaa rumangsa (jangan merasa bisa, tetapi pandai-pandailah merasakan), nglurug tanpa bala menang tanpa ngasorake (menyerang tanpa pasukan, menang tanpa mengalahkan), aja adigang adigung adiguna (jangan sombong karena sedang berkuasa atau sedang mempunyai kekuatan materi maupun nonmateri).
***
KEBUDAYAAN Jawa terus mengalami pergeseran. Idiom-idiom yang merupakan ajaran luhur pada saat itu, mungkin sudah berubah, sehingga muncul idiom-idiom atau uangkapan yang merupakan kebalikan ungkapan yang berlaku di masa lalu. Misalnya sepi ing pamrih rame ing gawe, berubah menjadi sepi gawe rame ing pamrih. Becik ketitik ala ketara menjadi becik kesirik ala ketrima, wani ngalah dhuwur wekasane menjadi wani ngalah dhuwur rekasane. ”Setiap kebudayaan senantiasa berubah secara radikal (mendalam, menyeluruh) inkremental (bertahap, pelan-pelan, tambal sulam), evolusif, revolusif, bahkan bisa berubah arah atau berbalik total,” kata Muhammad Jazuli.
Bukankah hal itu sudah diramalkan oleh pujangga besar Ranggawarsita, bahwa suatu saat wong Jawa kari separo? Karena karakteristik budaya Jawa adalah selalu terbuka, maka sangat mungkin budaya tradisional yang berlaku dalam seni tradisi maupun masyarakat Jawa saat ini memang tinggal separoh. Selebihnya sudah terpengaruh budaya asing (Barat). Demikian juga kesenian adiluhung ketoprak, terutama setelah lahir konsep ketoprak garapan, ketoprak humor dan ketoprak plesetan.
Sekarang, akankah nilai-nilai budaya adiluhung yang tinggal separoh itu akan kita biarkan musnah seluruhnya? Semuanya sangat tergantung bagaimana sikap para tokoh dan pelaku ketoprak (khususnya Ketoprak Mataram) di Yogyakarta, serta pemerintah sebagai fasilitator pelestarian dan pengembangan kesenian.
Sabtu, 22 Mei 2010
Jumat, 14 Mei 2010
10 Resep Sukses Jepang
Jepang adalah sebuah negara di Asia yang paling maju dalam hal teknologi, pendidikan dan ekonominya. Padahal kita tahu, jepang sebelumnya manjadi negara yang hancur lebur setelah di bom oleh tentara sekutu pada tahun 1945 tepatnya di Nagasaki dan Hirosima. Kita juga tahu Indonesia mengalami kemerdekaan setelah jepang hancur akibat bom tersebut. Namun, kini setelah 53 tahun, Indonesia justru tertinggal jauh kemajuanya dengan Jepang. Untuk itu mungkin kita perlu mengadopsi “10 Resep Sukses Jepang”.
Adapun 10 Resep Sukses Jepang adalah sebagai berikut :
1. KERJA KERAS
Sudah menjadi rahasia umum bahwa bangsa Jepang adalah pekerja keras.
Rata-rata jam kerja pegawai di Jepang adalah 2450 jam/tahun,
sangat tinggi dibandingkan dengan Amerika(1957 jam/tahun),
Inggris (1911 jam/tahun), Jerman (1870 jam/tahun), dan
Perancis (1680jam/tahun). Seorang pegawai di Jepang bisa menghasilkan
sebuah mobil dalam 9 hari, sedangkan pegawai di negara lain memerlukan
47 hari untuk membuat mobil yang bernilai sama. Seorang pekerja Jepang
boleh dikatakan bisa melakukan pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh 5-6 orang. Pulang cepat adalah sesuatu yang boleh dikatakan “agak memalukan” di Jepang,
dan menandakan bahwa pegawai tersebut termasuk “yang
tidak dibutuhkan” oleh perusahaan.
2. MALU
Malu adalah budaya leluhur dan turun temurun bangsa Jepang. Harakiri
(bunuh diri dengan menusukkan pisau ke perut) menjadi
ritual sejak era samurai, yaitu ketika mereka kalah dan pertempuran.
Masuk ke dunia modern, wacananya sedikit berubah ke
fenomena “mengundurkan diri” bagi para pejabat
(mentri, politikus, dsb) yang terlibat masalah korupsi atau merasa gagal
menjalankan tugasnya. Efek negatifnya mungkin adalah anak-anak
SD, SMP yang kadang bunuh diri, karena nilainya jelek
atau tidak naik kelas. Karena malu jugalah, orang Jepang lebih senang
memilih jalan memutar daripada mengganggu pengemudi
di belakangnya dengan memotong jalur di
tengah jalan. Mereka malu terhadap lingkungannya apabila
mereka melanggar peraturan ataupun norma
yang sudah menjadi kesepakatan umum.
3. HIDUP HEMAT
Orang Jepang memiliki semangat hidup hemat dalam keseharian. Sikap anti
konsumerisme berlebihan ini nampak dalam berbagai bidang kehidupan.
Di masa awal mulai kehidupan di Jepang, saya sempat
terheran-heran dengan banyaknya orang Jepang ramai belanja di supermarket
pada sekitar jam 19:30.
Selidik punya selidik, ternyata sudah menjadi hal yang biasa bahwa
supermarket di Jepang akan memotong harga sampai separuhnya
pada waktu sekitar setengah jam sebelum tutup. Seperti diketahui bahwa Supermarket di Jepang rata-rata tutup pada pukul 20:00.
4. LOYALITAS
Loyalitas membuat sistem karir di sebuah perusahaan berjalan dan tertata
dengan rapi. Sedikit berbeda dengan sistem di Amerika dan Eropa,
sangat jarang orang Jepang yang berpindah-pindah
pekerjaan. Mereka biasanya bertahan di satu atau dua perusahaan sampai
pensiun. Ini mungkin implikasi dari Industri di Jepang yang kebanyakan
hanya mau menerima fresh graduate, yang kemudian
mereka latih dan didik sendiri sesuai dengan bidang garapan (core
business) perusahaan.
5. INOVASI
Jepang bukan bangsa penemu, tapi orang Jepang mempunyai kelebihan dalam
meracik temuan orang dan kemudian memasarkannya dalam bentuk yang
diminati oleh masyarakat. Menarik membaca kisah Akio Morita yang mengembangkan
Sony Walkman yang melegenda itu. Cassete Tape tidak ditemukan oleh Sony,
patennya dimiliki oleh perusahaan Phillip Electronics. Tapi yang berhasil
mengembangkan dan membundling model portable sebagai sebuah produk
yang booming selama puluhan tahun adalah Akio
Morita, founder dan CEO Sony pada masa itu. Sampai tahun 1995, tercatat
lebih dari 300 model walkman lahir dan jumlah total produksi mencapai
150 juta produk. Teknik perakitan kendaraan roda
empat juga bukan diciptakan orang Jepang, patennya dimiliki orang Amerika.
Tapi ternyata Jepang dengan inovasinya bisa mengembangkan industri perakitan kendaraan yang lebih cepat dan murah.
6. PANTANG MENYERAH
Sejarah membuktikan bahwa Jepang termasuk bangsa yang tahan banting dan
pantang menyerah. Puluhan tahun dibawah kekaisaran Tokugawa yang
menutup semua akses ke luar negeri,
Jepang sangat tertinggal dalam teknologi. Ketika restorasi Meiji (meiji ishin) datang, bangsa Jepang cepat beradaptasi dan menjadi fast-learner.
Kemiskinan sumber daya alam juga tidak membuat Jepang
menyerah. Tidak hanya menjadi pengimpor minyak bumi, batubara, biji besi
dan kayu, bahkan 85% sumber energi Jepang berasal dari negara lain termasuk Indonesia . Kabarnya kalau Indonesia menghentikan pasokan minyak bumi, maka 30% wilayah Jepang akan gelap gulita Rentetan bencana
terjadi di tahun 1945, dimulai dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki ,
disusul dengan kalah perangnya Jepang, dan ditambahi dengan
adanya gempa bumi besar di Tokyo . Ternyata Jepang tidak
habis. Dalam beberapa tahun berikutnya Jepang sudah berhasil membangun
industri otomotif dan bahkan juga kereta cepat (shinkansen) .
Mungkin cukup menakjubkan
bagaimana Matsushita Konosuke yang usahanya hancur dan hampir
tersingkir dari bisnis peralatan elektronik di tahun 1945 masih
mampu merangkak, mulai dari nol untuk membangun industri sehingga menjadi
kerajaan bisnis di era kekinian. Akio Morita juga awalnya menjadi
tertawaan orang ketika menawarkan produk Cassete
Tapenya yang mungil ke berbagai negara lain. Tapi akhirnya melegenda
dengan Sony Walkman-nya. Yang juga cukup unik bahwa ilmu dan teori
dimana orang harus belajar dari kegagalan ini mulai
diformulasikan di Jepang dengan nama shippaigaku (ilmu kegagalan).
Kapan-kapan saya akan kupas lebih jauh tentang ini
7. BUDAYA BACA
Jangan kaget kalau anda datang ke Jepang dan masuk ke densha (kereta
listrik), sebagian besar penumpangnya baik anak-anak maupun
dewasa sedang membaca buku atau koran.
Tidak peduli duduk atau berdiri, banyak yang memanfaatkan waktu di densha
untuk membaca. Banyak
penerbit yang mulai membuat man-ga (komik bergambar) untuk materi-materi kurikulum sekolah baik SD, SMP maupun SMA.
Pelajaran Sejarah, Biologi, Bahasa, dsb disajikan dengan menarik yang
membuat minat baca masyarakat semakin tinggi. Saya pernah membahas
masalah komik pendidikan di blog ini. Budaya baca
orang Jepang juga didukung oleh kecepatan dalam proses penerjemahan
buku-buku asing (bahasa inggris, perancis, jerman, dsb).
Konon kabarnya legenda penerjemahan
buku-buku asing sudah dimulai pada tahun 1684, seiring dibangunnya institut
penerjemahan dan terus berkembang sampai jaman modern.
Biasanya terjemahan buku bahasa Jepang sudah tersedia dalam
beberapa minggu sejak buku asingnya diterbitkan.
8. KERJASAMA KELOMPOK
Budaya di Jepang tidak terlalu mengakomodasi kerja-kerja yang terlalu
bersifat individualistik.
Termasuk klaim hasil pekerjaan, biasanya ditujukan untuk tim atau kelompok
tersebut. Fenomena ini tidak hanya di dunia kerja, kondisi kampus
dengan lab penelitiannya juga
seperti itu, mengerjakan
tugas mata kuliah biasanya juga dalam bentuk kelompok. Kerja dalam
kelompok mungkin salah satu
kekuatan terbesar orang Jepang. Ada anekdot bahwa “1 orang professor
Jepang akan kalah dengan satu
orang professor Amerika, hanya 10 orang professor Amerika tidak akan bisa
mengalahkan 10 orang
professor Jepang yang berkelompok” . Musyawarah mufakat atau sering disebut
dengan “rin-gi” adalah ritual dalam kelompok. Keputusan strategis harus dibicarakan dalam “rin-gi”.
9. MANDIRI
Sejak usia dini anak-anak dilatih untuk mandiri. Irsyad, anak saya yang
paling gede sempat
merasakan masuk TK (Yochien) di Jepang. Dia harus membawa 3 tas besar
berisi pakaian ganti, bento
(bungkusan makan siang), sepatu ganti, buku-buku, handuk dan sebotol besar
minuman yang menggantung di lehernya. Di Yochien setiap anak dilatih untuk membawa
perlengkapan sendiri, dan
bertanggung jawab terhadap barang miliknya sendiri. Lepas SMA dan masuk
bangku kuliah hampir
sebagian besar tidak meminta biaya kepada orang tua. Teman-temen
seangkatan saya dulu di Saitama
University mengandalkan kerja part time untuk biaya sekolah dan kehidupan
sehari-hari. Kalaupun
kehabisan uang, mereka “meminjam” uang ke orang tua yang itu nanti mereka
kembalikan di bulan berikutnya.
10. JAGA TRADISI
Perkembangan teknologi dan ekonomi, tidak membuat bangsa Jepang kehilangan
tradisi dan budayanya.
Budaya perempuan yang sudah menikah untuk tidak bekerja masih ada dan
hidup sampai saat ini.
Budaya minta maaf masih menjadi reflek orang Jepang. Kalau suatu hari anda
naik sepeda di Jepang
dan menabrak pejalan kaki , maka jangan kaget kalau yang kita tabrak malah
yang minta maaf duluan.
Sampai saat ini orang Jepang relatif menghindari berkata “tidak” untuk
apabila mendapat tawaran dari orang lain. Jadi kita harus hati-hati dalam pergaulan dengan orang Jepang karena “hai” belum
tentu “ya” bagi orang Jepang Pertanian merupakan tradisi leluhur dan aset
penting di Jepang.
Persaingan keras karena masuknya beras Thailand dan Amerika yang murah,
tidak menyurutkan langkah
pemerintah Jepang untuk melindungi para petaninya. Kabarnya tanah yang
dijadikan lahan pertanian
mendapatkan pengurangan pajak yang signifikan, termasuk beberapa insentif
lain untuk orang-orang yang masih bertahan di dunia pertanian.
Pertanian Jepang merupakan salah
satu yang tertinggi di dunia.
Mungkin seperti itu 10 resep sukses yang bisa saya rangkumkan. Bangsa
Indonesia punya hampir semua resep orang Jepang diatas, hanya mungkin kita belum mengasahnya dengan baik. Di Jepang mahasiswa Indonesia termasuk yang unggul dan
bahkan mengalahkan mahasiswa Jepang.
Orang Indonesia juga memenangkan berbagai award berlevel internasional.
Saya yakin ada faktor “non-teknis” yang membuat
Indonesia agak terpuruk dalam teknologi dan ekonomi. Mari kita bersama
mencari solusi untuk berbagai permasalahan republik ini.
Dan terakhir kita harus tetap mau belajar dan menerima
Adapun 10 Resep Sukses Jepang adalah sebagai berikut :
1. KERJA KERAS
Sudah menjadi rahasia umum bahwa bangsa Jepang adalah pekerja keras.
Rata-rata jam kerja pegawai di Jepang adalah 2450 jam/tahun,
sangat tinggi dibandingkan dengan Amerika(1957 jam/tahun),
Inggris (1911 jam/tahun), Jerman (1870 jam/tahun), dan
Perancis (1680jam/tahun). Seorang pegawai di Jepang bisa menghasilkan
sebuah mobil dalam 9 hari, sedangkan pegawai di negara lain memerlukan
47 hari untuk membuat mobil yang bernilai sama. Seorang pekerja Jepang
boleh dikatakan bisa melakukan pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh 5-6 orang. Pulang cepat adalah sesuatu yang boleh dikatakan “agak memalukan” di Jepang,
dan menandakan bahwa pegawai tersebut termasuk “yang
tidak dibutuhkan” oleh perusahaan.
2. MALU
Malu adalah budaya leluhur dan turun temurun bangsa Jepang. Harakiri
(bunuh diri dengan menusukkan pisau ke perut) menjadi
ritual sejak era samurai, yaitu ketika mereka kalah dan pertempuran.
Masuk ke dunia modern, wacananya sedikit berubah ke
fenomena “mengundurkan diri” bagi para pejabat
(mentri, politikus, dsb) yang terlibat masalah korupsi atau merasa gagal
menjalankan tugasnya. Efek negatifnya mungkin adalah anak-anak
SD, SMP yang kadang bunuh diri, karena nilainya jelek
atau tidak naik kelas. Karena malu jugalah, orang Jepang lebih senang
memilih jalan memutar daripada mengganggu pengemudi
di belakangnya dengan memotong jalur di
tengah jalan. Mereka malu terhadap lingkungannya apabila
mereka melanggar peraturan ataupun norma
yang sudah menjadi kesepakatan umum.
3. HIDUP HEMAT
Orang Jepang memiliki semangat hidup hemat dalam keseharian. Sikap anti
konsumerisme berlebihan ini nampak dalam berbagai bidang kehidupan.
Di masa awal mulai kehidupan di Jepang, saya sempat
terheran-heran dengan banyaknya orang Jepang ramai belanja di supermarket
pada sekitar jam 19:30.
Selidik punya selidik, ternyata sudah menjadi hal yang biasa bahwa
supermarket di Jepang akan memotong harga sampai separuhnya
pada waktu sekitar setengah jam sebelum tutup. Seperti diketahui bahwa Supermarket di Jepang rata-rata tutup pada pukul 20:00.
4. LOYALITAS
Loyalitas membuat sistem karir di sebuah perusahaan berjalan dan tertata
dengan rapi. Sedikit berbeda dengan sistem di Amerika dan Eropa,
sangat jarang orang Jepang yang berpindah-pindah
pekerjaan. Mereka biasanya bertahan di satu atau dua perusahaan sampai
pensiun. Ini mungkin implikasi dari Industri di Jepang yang kebanyakan
hanya mau menerima fresh graduate, yang kemudian
mereka latih dan didik sendiri sesuai dengan bidang garapan (core
business) perusahaan.
5. INOVASI
Jepang bukan bangsa penemu, tapi orang Jepang mempunyai kelebihan dalam
meracik temuan orang dan kemudian memasarkannya dalam bentuk yang
diminati oleh masyarakat. Menarik membaca kisah Akio Morita yang mengembangkan
Sony Walkman yang melegenda itu. Cassete Tape tidak ditemukan oleh Sony,
patennya dimiliki oleh perusahaan Phillip Electronics. Tapi yang berhasil
mengembangkan dan membundling model portable sebagai sebuah produk
yang booming selama puluhan tahun adalah Akio
Morita, founder dan CEO Sony pada masa itu. Sampai tahun 1995, tercatat
lebih dari 300 model walkman lahir dan jumlah total produksi mencapai
150 juta produk. Teknik perakitan kendaraan roda
empat juga bukan diciptakan orang Jepang, patennya dimiliki orang Amerika.
Tapi ternyata Jepang dengan inovasinya bisa mengembangkan industri perakitan kendaraan yang lebih cepat dan murah.
6. PANTANG MENYERAH
Sejarah membuktikan bahwa Jepang termasuk bangsa yang tahan banting dan
pantang menyerah. Puluhan tahun dibawah kekaisaran Tokugawa yang
menutup semua akses ke luar negeri,
Jepang sangat tertinggal dalam teknologi. Ketika restorasi Meiji (meiji ishin) datang, bangsa Jepang cepat beradaptasi dan menjadi fast-learner.
Kemiskinan sumber daya alam juga tidak membuat Jepang
menyerah. Tidak hanya menjadi pengimpor minyak bumi, batubara, biji besi
dan kayu, bahkan 85% sumber energi Jepang berasal dari negara lain termasuk Indonesia . Kabarnya kalau Indonesia menghentikan pasokan minyak bumi, maka 30% wilayah Jepang akan gelap gulita Rentetan bencana
terjadi di tahun 1945, dimulai dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki ,
disusul dengan kalah perangnya Jepang, dan ditambahi dengan
adanya gempa bumi besar di Tokyo . Ternyata Jepang tidak
habis. Dalam beberapa tahun berikutnya Jepang sudah berhasil membangun
industri otomotif dan bahkan juga kereta cepat (shinkansen) .
Mungkin cukup menakjubkan
bagaimana Matsushita Konosuke yang usahanya hancur dan hampir
tersingkir dari bisnis peralatan elektronik di tahun 1945 masih
mampu merangkak, mulai dari nol untuk membangun industri sehingga menjadi
kerajaan bisnis di era kekinian. Akio Morita juga awalnya menjadi
tertawaan orang ketika menawarkan produk Cassete
Tapenya yang mungil ke berbagai negara lain. Tapi akhirnya melegenda
dengan Sony Walkman-nya. Yang juga cukup unik bahwa ilmu dan teori
dimana orang harus belajar dari kegagalan ini mulai
diformulasikan di Jepang dengan nama shippaigaku (ilmu kegagalan).
Kapan-kapan saya akan kupas lebih jauh tentang ini
7. BUDAYA BACA
Jangan kaget kalau anda datang ke Jepang dan masuk ke densha (kereta
listrik), sebagian besar penumpangnya baik anak-anak maupun
dewasa sedang membaca buku atau koran.
Tidak peduli duduk atau berdiri, banyak yang memanfaatkan waktu di densha
untuk membaca. Banyak
penerbit yang mulai membuat man-ga (komik bergambar) untuk materi-materi kurikulum sekolah baik SD, SMP maupun SMA.
Pelajaran Sejarah, Biologi, Bahasa, dsb disajikan dengan menarik yang
membuat minat baca masyarakat semakin tinggi. Saya pernah membahas
masalah komik pendidikan di blog ini. Budaya baca
orang Jepang juga didukung oleh kecepatan dalam proses penerjemahan
buku-buku asing (bahasa inggris, perancis, jerman, dsb).
Konon kabarnya legenda penerjemahan
buku-buku asing sudah dimulai pada tahun 1684, seiring dibangunnya institut
penerjemahan dan terus berkembang sampai jaman modern.
Biasanya terjemahan buku bahasa Jepang sudah tersedia dalam
beberapa minggu sejak buku asingnya diterbitkan.
8. KERJASAMA KELOMPOK
Budaya di Jepang tidak terlalu mengakomodasi kerja-kerja yang terlalu
bersifat individualistik.
Termasuk klaim hasil pekerjaan, biasanya ditujukan untuk tim atau kelompok
tersebut. Fenomena ini tidak hanya di dunia kerja, kondisi kampus
dengan lab penelitiannya juga
seperti itu, mengerjakan
tugas mata kuliah biasanya juga dalam bentuk kelompok. Kerja dalam
kelompok mungkin salah satu
kekuatan terbesar orang Jepang. Ada anekdot bahwa “1 orang professor
Jepang akan kalah dengan satu
orang professor Amerika, hanya 10 orang professor Amerika tidak akan bisa
mengalahkan 10 orang
professor Jepang yang berkelompok” . Musyawarah mufakat atau sering disebut
dengan “rin-gi” adalah ritual dalam kelompok. Keputusan strategis harus dibicarakan dalam “rin-gi”.
9. MANDIRI
Sejak usia dini anak-anak dilatih untuk mandiri. Irsyad, anak saya yang
paling gede sempat
merasakan masuk TK (Yochien) di Jepang. Dia harus membawa 3 tas besar
berisi pakaian ganti, bento
(bungkusan makan siang), sepatu ganti, buku-buku, handuk dan sebotol besar
minuman yang menggantung di lehernya. Di Yochien setiap anak dilatih untuk membawa
perlengkapan sendiri, dan
bertanggung jawab terhadap barang miliknya sendiri. Lepas SMA dan masuk
bangku kuliah hampir
sebagian besar tidak meminta biaya kepada orang tua. Teman-temen
seangkatan saya dulu di Saitama
University mengandalkan kerja part time untuk biaya sekolah dan kehidupan
sehari-hari. Kalaupun
kehabisan uang, mereka “meminjam” uang ke orang tua yang itu nanti mereka
kembalikan di bulan berikutnya.
10. JAGA TRADISI
Perkembangan teknologi dan ekonomi, tidak membuat bangsa Jepang kehilangan
tradisi dan budayanya.
Budaya perempuan yang sudah menikah untuk tidak bekerja masih ada dan
hidup sampai saat ini.
Budaya minta maaf masih menjadi reflek orang Jepang. Kalau suatu hari anda
naik sepeda di Jepang
dan menabrak pejalan kaki , maka jangan kaget kalau yang kita tabrak malah
yang minta maaf duluan.
Sampai saat ini orang Jepang relatif menghindari berkata “tidak” untuk
apabila mendapat tawaran dari orang lain. Jadi kita harus hati-hati dalam pergaulan dengan orang Jepang karena “hai” belum
tentu “ya” bagi orang Jepang Pertanian merupakan tradisi leluhur dan aset
penting di Jepang.
Persaingan keras karena masuknya beras Thailand dan Amerika yang murah,
tidak menyurutkan langkah
pemerintah Jepang untuk melindungi para petaninya. Kabarnya tanah yang
dijadikan lahan pertanian
mendapatkan pengurangan pajak yang signifikan, termasuk beberapa insentif
lain untuk orang-orang yang masih bertahan di dunia pertanian.
Pertanian Jepang merupakan salah
satu yang tertinggi di dunia.
Mungkin seperti itu 10 resep sukses yang bisa saya rangkumkan. Bangsa
Indonesia punya hampir semua resep orang Jepang diatas, hanya mungkin kita belum mengasahnya dengan baik. Di Jepang mahasiswa Indonesia termasuk yang unggul dan
bahkan mengalahkan mahasiswa Jepang.
Orang Indonesia juga memenangkan berbagai award berlevel internasional.
Saya yakin ada faktor “non-teknis” yang membuat
Indonesia agak terpuruk dalam teknologi dan ekonomi. Mari kita bersama
mencari solusi untuk berbagai permasalahan republik ini.
Dan terakhir kita harus tetap mau belajar dan menerima
Rabu, 12 Mei 2010
Mimpi Anak Nelayan
Kami Anak Nelayan
Hidup Kami penuh Dengan Kekurangan
Kami Ingin Seperti Mereka
Yang Bisa Sekolah Dan Bisa Meraih Cita-cita
Tapi……..!
Itu Hanya Mimipi Bagi Kami
Karna….Kami Harus Bekerja
Demi Sesuap Nasi….
Mungkin……,,
Kami Bisa Sekolah
Mungkin…….,,
Kami Dapat Meraih Cita-cita
Tapi…….!
Kapan Mimpi Ini Akan Terwujud…?
Apakah ini hanyalah mimpi …?
Yang menjadi impian dalam tidurku?
Ah…smoga ini bisa terwujud…….
Dengan kerja keras dan belajar sungguh – sungguh
Itulah kunci impian akan kuraih…..
Buah karya : Komarudin
JERITAN SUARA ANAK MARJINAL
Banyak orang menghina kami………..
Banyak orang mengucilkan kami……..
Banyak orang mencemoohkan kami…..
Dan baanyak orang tidak ingin berteman dengan kami……..
Memang…kami anak marjinal….
Memang kami anak nelayan ….
Memang kami anak orang miskin…..
Dan memang kami anak orang tak berpendidikan…..
Tapi…..Kami punya masa depan….
Tapi….Kami punya impian
Tapi ….Kami punya semangat…
Semangat untuk mencapai itu semua……
Kami yakin, kelak tidak ada orang yang memarjinal kan kami…
Kami yakin ,kelak tidak ada orang yang menghina kami…
Kami yakin, kelak tidak ada orang yang memandang sebelah mata ke kami.
Dan kami yakin dengan semangat dan kesengguhan kami, kami akan mendobrak paradigma itu…
Do’akan kami ya ayah….
Do’akan kami ya ibu….
Dengan do’a tulus ikhlas mu….
Yang bisa mengantar kan ku tuk meraih cita – cita ku…..
Trima kasih ayah ibu ku……..
KARYA : KoMaR
Hidup Kami penuh Dengan Kekurangan
Kami Ingin Seperti Mereka
Yang Bisa Sekolah Dan Bisa Meraih Cita-cita
Tapi……..!
Itu Hanya Mimipi Bagi Kami
Karna….Kami Harus Bekerja
Demi Sesuap Nasi….
Mungkin……,,
Kami Bisa Sekolah
Mungkin…….,,
Kami Dapat Meraih Cita-cita
Tapi…….!
Kapan Mimpi Ini Akan Terwujud…?
Apakah ini hanyalah mimpi …?
Yang menjadi impian dalam tidurku?
Ah…smoga ini bisa terwujud…….
Dengan kerja keras dan belajar sungguh – sungguh
Itulah kunci impian akan kuraih…..
Buah karya : Komarudin
JERITAN SUARA ANAK MARJINAL
Banyak orang menghina kami………..
Banyak orang mengucilkan kami……..
Banyak orang mencemoohkan kami…..
Dan baanyak orang tidak ingin berteman dengan kami……..
Memang…kami anak marjinal….
Memang kami anak nelayan ….
Memang kami anak orang miskin…..
Dan memang kami anak orang tak berpendidikan…..
Tapi…..Kami punya masa depan….
Tapi….Kami punya impian
Tapi ….Kami punya semangat…
Semangat untuk mencapai itu semua……
Kami yakin, kelak tidak ada orang yang memarjinal kan kami…
Kami yakin ,kelak tidak ada orang yang menghina kami…
Kami yakin, kelak tidak ada orang yang memandang sebelah mata ke kami.
Dan kami yakin dengan semangat dan kesengguhan kami, kami akan mendobrak paradigma itu…
Do’akan kami ya ayah….
Do’akan kami ya ibu….
Dengan do’a tulus ikhlas mu….
Yang bisa mengantar kan ku tuk meraih cita – cita ku…..
Trima kasih ayah ibu ku……..
KARYA : KoMaR
Kiamat 2012, Ternyata Badai Matahari
Meledaknya isu hari kiamat yang akan terjadi pada tahun 2012 benar-benar membuat masyarakat dunia nyata dan dunia maya heboh. Di internet banyak berseliweran tulisan tentang kiamat 2012. Bahkan sebuah film menghebohkan tentang ramalan suku Maya tersebut telah diliris dan siap ditayangkan pada musim panas tahun ini.
Sebenarnya ramalan suku Maya tentang hari kiamat adalah menurut perhitungan masyarakat jaman kuno yang masih percaya hal-hal yang bersifat magis. Di jaman modern sekarang, orang lebih cenderung menggunakan teknologi untuk memprediksi masa depan.
Apa sesungguhnya yang dimaksud dengan kiamat 2012 itu? Menurut ilmuwan Amerika, pada tahun 2012 akan terjadi Badai Matahari yang sudah lebih besar dari pada badai matahari sebelumnya yang berkemungkinan menimbulkan efek bencana besar pada bumi. Badai yang menurut penelitian dari National Academy Od Sciences, Amerika, sangat besar kemungkinannya terjadi. Studi tersebut mendapat sponsor dari NASA. Cara hidup yang modern dan cenderung tergantung pada kecanggihan teknologi memungkinkan memicu ketidaksengajaan untuk diri kita sendiri terperangkap dalam keadaan yang super berbahaya. Lihatlah, beberapa akibat dari efek rumah kaca, global warming, produksitas karbon dioksida, yang membuat penipisan zat pelindung yang terkandung dalam atmosfir sebagai pelinding bumi dari sengatan ultraviolet matahari.
Namun, ada pendapat ahli yang mengatakan berbeda. Mereka mempertimbangkan dampak badai matahari yang akan terkonsentrasikan oleh aktifitas di dalam atmosfir. Dan disebabkan oleh efek rintangan dari atmosfir danmedan magnet bumi akan mempengaruhi perjalanan badai ke bumi. Secara teori, badai matahari sebelum masuk ke permukaan bumi yang sesungguhnya, akan dihalangi oleh lapisan atmosfir terlebih dahulu. Di atmosfir badai tersebut akan terus menerus terbakar, sejumlah ultraviolet dilepaskan, menyebabkan densitas lapisan ionosfir meningkat tinggi dan mengganggu gelombang pendek di angkasa. Pada umumnya badai matahari tidak akan menembus lapisan atmosfir yang akan memberikan ancaman bagi spesies bumi. Tetapi, para ahli cukup khawatir untuk kejadian yang akan terjadi pada tahun 2012 ini, mendapat pengecualian.
Sebenarnya ramalan suku Maya tentang hari kiamat adalah menurut perhitungan masyarakat jaman kuno yang masih percaya hal-hal yang bersifat magis. Di jaman modern sekarang, orang lebih cenderung menggunakan teknologi untuk memprediksi masa depan.
Apa sesungguhnya yang dimaksud dengan kiamat 2012 itu? Menurut ilmuwan Amerika, pada tahun 2012 akan terjadi Badai Matahari yang sudah lebih besar dari pada badai matahari sebelumnya yang berkemungkinan menimbulkan efek bencana besar pada bumi. Badai yang menurut penelitian dari National Academy Od Sciences, Amerika, sangat besar kemungkinannya terjadi. Studi tersebut mendapat sponsor dari NASA. Cara hidup yang modern dan cenderung tergantung pada kecanggihan teknologi memungkinkan memicu ketidaksengajaan untuk diri kita sendiri terperangkap dalam keadaan yang super berbahaya. Lihatlah, beberapa akibat dari efek rumah kaca, global warming, produksitas karbon dioksida, yang membuat penipisan zat pelindung yang terkandung dalam atmosfir sebagai pelinding bumi dari sengatan ultraviolet matahari.
Namun, ada pendapat ahli yang mengatakan berbeda. Mereka mempertimbangkan dampak badai matahari yang akan terkonsentrasikan oleh aktifitas di dalam atmosfir. Dan disebabkan oleh efek rintangan dari atmosfir dan
Percandian Batujaya
Kompleks Percandian Batujaya adalah sebuah suatu kompleks sisa-sisa percandian Buddha kuna yang terletak di Kecamatan Batujaya dan Kecamatan Pakisjaya, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Situs ini disebut percandian karena terdiri dari sekumpulan candi yang tersebar di beberapa titik.
Lokasi
Situs Batujaya secara administratif terletak di dua wilayah desa, yaitu Desa Segaran, Kecamatan Batujaya dan Desa Telagajaya, Kecamatan Pakisjaya di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Luas situs Batujaya ini diperkirakan sekitarLokasi percandian ini jika ditempuh menggunakan kendaraan sendiri dan datang dari
Situs Batujaya terletak di lokasi yang relatif berdekatan dengan Situs Cibuaya (sekitar 15km di arah timur laut), yang merupakan peninggalan bangunan Hindu, dan situs temuan pra-Hindu "kebudayaan Buni" yang diperkirakan berasal dari masa abad pertama Masehi. Kenyataan ini seakan-akan mendukung tulisan Fa Hsien yang menyatakan: "Di Ye-po-ti (Taruma, maksudnya Kerajaan Taruma) jarang ditemukan penganut Buddhisme, tetapi banyak dijumpai brahmana dan orang-orang beragama kotor".[2]
Penelitian
Situs Batujaya pertama kali diteliti oleh tim arkeologi Fakultas Sastra Universitas Indonesia (sekarang disebut Fakultas Ilmu Budaya UI) pada tahun 1984 berdasarkan laporan adanya penemuan benda-benda purbakala di sekitar gundukan-gundukan tanah di tengah-tengah sawah. Gundukan-gundukan ini oleh penduduk setempat disebut sebagai onur atau unur dan dikeramatkan oleh warga sekitar. Semenjak awal penelitian dari tahun 1992 sampai dengan tahun 2006 telah ditemukan 31 tapak situs sisa-sisa bangunan. Penamaan tapak-tapak itu mengikuti nama desa tempat suatu tapak berlokasi, seperti Segaran 1, Segaran 2, Telagajaya 1, dan seterusnya.[2]Sampai pada penelitian tahun 2000 baru 11 buah candi yang diteliti (ekskavasi) dan sampai saat ini masih banyak pertanyaan yang belum terungkap secara pasti mengenai kronologi, sifat keagamaan, bentuk, dan pola percandiannya. Meskipun begitu, dua candi di Situs Batujaya (Batujaya 1 atau Candi Jiwa, dan Batujaya 5 atau Candi Blandongan) telah dipugar dan sedang dipugar.
Ekskavasi dan penelitian dilaksanakan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) dan dibantu oleh EFEO (École Français d’Extrême-Orient) dan dukungan dana dari Ford Motor Company[3] digunakan untuk kegiatan kajian situs ini.
Bangunan dan temuan-temuan lainnya
Dari segi kualitas, candi di situs Batujaya tidaklah utuh secara umum sebagaimana layaknya sebagian besar bangunan candi. Bangunan-bangunan candi tersebut ditemukan hanya di bagian kaki atau dasar bangunan, kecuali sisa bangunan di situs Candi Blandongan.Candi-candi yang sebagian besar masih berada di dalam tanah berbentuk gundukan bukit (juga disebut sebagai unur dalam bahasa Sunda dan bahasa Jawa). Ternyata candi-candi ini tidak memperlihatkan ukuran atau ketinggian bangunan yang sama.
Candi Jiwa
Candi yang ditemukan di situs ini seperti candi Jiwa, struktur bagian atasnya menunjukkan bentuk seperti bunga padma (bunga teratai). Pada bagian tengahnya terdapat denah struktur melingkar yang sepertinya adalah bekas stupa atau lapik patung Buddha. Pada candi ini tidak ditemukan tangga, sehingga wujudnya mirip dengan stupa atau arca Buddha di atas bunga teratai yang sedang berbunga mekar dan terapung di atas air. Bentuk seperti ini adalah unik dan belum pernah ditemukan diBangunan candi Jiwa tidak terbuat dari batu, namun dari lempengan-lempengan batu bata.
Penanggalan
Berdasarkan analisis radiometri Carbon 14 pada artefak-artefak peninggalan di candi Blandongan, salah satu situs percandian Batujaya, diketahui bahwa kronologi paling tua berasal dari abad ke-2 Masehi dan yang paling muda berasal dari abad ke-12.Di samping pertanggalan absolut di atas ini, pertanggalan relatif berdasarkan bentuk paleografi tulisan beberapa prasasti yang ditemukan di situs ini dan cara analogi dan tipologi temuan-temuan arkeologi lainnya seperti keramik China, gerabah, votive tablet, lepa (pleister), hiasan dan arca-arca stucco dan bangunan bata banyak membantu.
Perpustakaan Nag Hammadi
Perpustakaan Nag Hammadi adalah sebuah koleksi teks Gnostik Kristen perdana yang ditemukan di kota Nag Hammadi di Mesir pada 1945. Tahun itu, tiga belas codex papirus yang dijilid kulit dan terkubur dalam sebuah bejana yang disegel ditemukan oleh para petani setempat. Tulisan-tulisan dalam codex ini terdiri dari 51 traktat yang kebanyakan ditulis dalam bahasa Yunani, tetapi juga mencakup tiga karya yang tergolong dalam Corpus Hermeticum dan sebuah terjemahan/alterasi sebagian dari karya Plato, Politeia ("Republik"). Codex ini diyakini sebagai sebuah perpustakaan yang disembunyikan oleh para biarawan dari sebuah biara yang ada di dekat situ, yaitu biara St Pakhomius ketika pemilikan tulisan-tulisan yang dilarang seperti itu dikecam sebagai sesat dan dianggap sebagai pelanggaran. Semangat Athanasius dalam menghapuskan tulisan-tulisan non-kanonik dan dekrit Teodosius pada 390-an mungkin telah mendorong mereka menyembunyikan literature yang berbahaya seperti itu.
Tulisan-tulisan dalam codex ini dibuat dalam bahasa Koptik, meskipun karya-karyanya mungkin merupakan terjemahan dari bahasa Yunani. Dapat dikatakan bahwa mungkin yang paling terkenal dari karya-karya ini adalah Injil Tomas, satu-satunya dari codex Nag Hammadi yang merupakan teks lengkap. Setelah penemuan ini, diakui bahwa potongan-potongan dari ucapan-ucapan Yesus ini muncul dalam manuskrip-manuskrip yang ditemukan di Oxyrhynchus pada 1898, dan kutipan-kutipan itu diakui dalam sumber-sumber perdana Kristen lainnya. Sejumlah pakar berpendapat bahwa naskah aslinya yang berbahasa Yunani dan kini telah hilang, ditulis pada abad pertama atau abad ke-2, namun pendapat ini telah ditolak. Manuskrip itu sendiri berasal dari abad ke-3 dan ke-4.Codex Nag Hammadi disimpan di Museum Koptik di Kairo, Mesir. Untuk membaca tentang signifikansinya bagi keilmuan modern dalam Kekristenan perdana, lihat artikel Gnostisisme.
Penemuan di Nag Hammadi
Kisah penemuan perpustakaan Nag Hammadi pada 1945 digambarkan "sama menariknya dengan isinya sendiri" (Markschies, Gnosis: An Introduction, 48). Pada Desember tahun itu, dua orang Mesir bersaudara menemukan sejumlah papyrus di sebuah belanga tanah liat yang besar, ketika mereka sedang menggali mencari pupuk di sekitar gua-gua batu kapur dekat tempat yang kini dikenal sebagai Habra Dom di Mesir Hulu. Penemuannya mula-mula tidak dilaporkan oleh kedua bersaudara itu, yang berusaha memperoleh keuntungan dari manuskrip-manuskrip tersebut melalui penjualannya secara terpisah sedikit demi sedikit. Juga dilaporkan bahwa ibu kedua bersaudara itu membakar beberapa dari manuskrip tersebut, karena tampaknya khawatir akan "pengaruh berbahaya" yang dapat ditimbulkannya (Markschies, Gnosis, 48). Akibatnya, apa yang kelak di kenal sebagai perpustakaan Nag Hammadi (karena tempat penemuan itu dekat dengan Nag Hammadi, daerah pemukiman besar terdekat) muncul secara perlahan-lahan, dan signifikansinya tidak disadari orang banyak hingga beberapa waktu setelah penemuannya yang pertama.Pada 1946, kedua bersaudara itu terlibat di dalam perseteruan, dan meninggalkan manuskrip-manuskrip itu pada seorang imam Koptik, yang saudara iparnya pada bulan Oktober tahun itu menjual sebuah codex ke Museum Koptik di Kairo Lama (traktat ini kini diberi nomor Codex III di dalam koleksi tersebut). Seorang ahli Mesir kuno dan sejarahwan agama yang tinggal di situ, Jean Dorese, yang menyadari arti penting artefak tersebut, menerbitkan rujukan pertama kepadanya pada 1948. Selama bertahun-tahun, kebanyakan dari traktat-traktat tersebut diserahkan oleh imam itu kepada seorang pedagang antik Siprus di Kairo, dan dengan demikian kemudian disimpan oleh Departemen Benda Purbakala, karena khawatir bahwa benda-benda itu kelak dijual keluar dari Mesir. Setelah revolusi pada 1956, teks-teks ini diserahkan kepada Museum Koptik di Kairo, dan dinyatakan sebagai harta nasional.
Sementara itu, sebuah codex dijual di Kairo kepada seorang pedagang barang antik Belgia. Setelah berusaha menjual codex itu di New York dan Paris, codex itu jatuh ke tangan Institut Carl Gustav Jung di Zürich pada 1951, melalui perantaraan Gilles Quiespell. Codex itu dimaksudkan sebagai hadiah ulang tahun bagi sang psikolog terkenal; karena alasan ini, codex itu dikenal sebagai Codex Jung, yaitu Codex I dalam koleksi ini. Kematian Jung pada 1961 men yebabkan pertengkaran tentang siapa yang berhak memiliki Codex Jung, sehingga akibatnya halaman-halaman itu baru diserahkan ke Museum Koptik pada 1975, setelah edisi pertama teksnya diterbitkan. Jadi, papyrus itu akhirnya dipersatukan di Kairo: dari penemuan tahun 1945, 11 kitab yang lengkap dan potongan-potongan dari dua lainnya, 'mencapai jumlah lebih dari 1000 halaman tertulis' (Markschies, Gnosis: An Introduction, 49) terlestarikan di
Keadaan ini berubah baru pada 1966, dengan diselenggarakannya Kongres Messina di Italia. Pada konferensi ini, yang dimaksudkan untuk memungkinkan para sarjana untuk tiba pada sebuah kesepakatan bersama tentang definisi mengenai Gnostisisme, James M. Robinson, seorang pakar agama, mengumpulkan sekelompok penyunting dan penerjemah yang tugasnya adalah menerbitkan sebuah edisi dwi-bahasa dari codex-codex Nag Hammadi dalam bahasa Inggris, dalam kerja sama dengan Institute for Antiquity and Christianity di Claremont, California. Robinson telah terpilih sebagai sekretaris dari Komite Internasional untuk Codex-codex Nag Hammadi, yang telah dibentuk pada 1970 oleh UNESCO dan Departemen Kebudayaan Mesir. Dalam jabatan inilah ia mengawasi proyek ini. Sementara itu, sebuah edisi faksimili dalam 12 jilid muncul antara 1972 dan 1977, dengan tambahan-tambahannya menyusul pada 1979 dan 1984 dari penerbit E.J. Brill di Leiden, yang disebut The Facsimile Edition of the Nag Hammadi Codices. Terbitan ini membuat seluruh temuan ini tersedia bagi semua pihak yang berminat untuk mempelajarinya dalam suatu bentuk tertentu.
Pada kesempatan yang sama, di bekas Republik Demokratik Jerman, sekelompok ahli, termasuk Alexander Bohlig, Martin Krause dan para sarjana Perjanjian Baru Gesine Schenke, Hans-Martin Schenke dan Hans-Gebhard Bethge – mempersiapkan terjemahan pertama dalam bahasa Jerman dari temuan ini. Ketiga sarjana terakhir mempersiapkan sebuah terjemahan ilmiah lengkap di bawah pengayoman Universitas Humboldt, Berlin, yang diterbitkan pada 2001.
Terjemahan James M. Robinson pertama kali diterbitkan pada 1977, dengan nama The Nag Hammadi Library in English, berdasarkan kerja sama antara E.J. Brill dan Harper & Row. Penerbitan dalam satu jilid, menurut Robinson, 'menandai berakhirnya satu tahap keilmuan Nag Hammadi dan permulaan dari tahap yang lainnya' (dari Pengantar edisi revisi ketiga). Edisi sampul tipis muncul pada 1981 dan 1984, masing-masing dari E.J. Brill dan Harper. Hal ini menandai tahap terakhir dari penyebaran secara bertahap teks-teks Gnostik ini kepada masyarakat pembaca yang lebih luas – terbitan yang lengkap dari codex ini akhirnya tersedia dalam bentuk yang tidak tercemarkan bagi masyarakat di seluruh, dalam berbagai bahasa.
Sebuah terjemahan bahasa Inggris lebih lanjut diterbitkan pada 1987 oleh Bentley Layton, seorang sarjana dari Harvard, yang disebut The Gnostik Scriptures: A New Translation with Annotations (Garden City: Doubleday & Co., 1987). Buku ini mempersatukan terjemahan-terjemahan baru dari Perpustakaan Nag Hammadi dengan ringkasan-ringkasan dari para penulis heresiologis (=tulisan yang mengandung ajaran sesat), dan bahan-bahan Gnostik lainnya. Bersama dengan The Nag Hammadi Library in English, buku ini adalah salah satu terjemahan Nag Hammadi yang paling mudah dibaca, dengan pengantar-pengantar historis yang panjang ke dalam masing-masing kelompok Gnostik, catatan-catatan tentang terjemahannya, anotasi untuk teksnya, dan penyusunan traktat-traktat ke dalam gerakan yang mudah didefinisikan.
Sisa Perahu Nabi Nuh Ditemukan di Gunung Turki
Sisa-sisa perahu Nabi Nuh ditemukan di ketinggian 13 ribu kaki atau sekitar 3,9 kilometer di sebuah gunung di Turki. Hal tersebut diungkapkan para penjelajah evangelis.
Sekelompok penjelajah evangelis dari Turki dan Cina mengatakan mereka menemukan sisa-sisa kayu dari perahu Nabi Nuh di Gunung Ararat di sebelah timur Turki.
Kelompok penjelajah tersebut mendaku dari data karbon kayu tersebut menunjukkan berusia 4.800 tahun. Artinya, waktu tersebut sesuai dengan berlayarnya Perahu Nabi Nuh.Para evangelis dan sebagian peneliti sejak lama menduga Gunung Ararat sebagai tempat terakhir berlabuhnya perahu Nabi Nuh.
Yeung Wing-Cheung, anggota tim peneliti Kependetaan Internasional Masalah Perahu Nabi Nuh yang melakukan pencarian tersebut, mengatakan, "Itu bukan 100 persen bisa dinyatakan sebagai perahu Nabi Nuh. Tetapi kami rasa 99,9 persen itu merupakan perahu Nabi Nuh."
Dalam beberapa dekade ini, ada berbagai penemuan yang diklaim sebagai perahu Nabi Nuh. Yang paling terkenal adalah penemuan arkeolog Ron Wyatt pada 1987. Wyatt mengklaim menemukan sisa perahu Nabi Nuh di Ararat. Saat itu, pemerintah Turki secara resmi mengumumkan kawasan penemuan Wyatt sebagai taman nasional.
Namun, kaum evangelis bersikeras penemuan terbaru mereka di Gunung Ararat merupakan artefak yang sesungguhnya. Untuk mengkonfirmasikan itu, tim telah memanggil peneliti dari Belanda, Gerrit Aalten.
"Keutamaan dari penemuan ini adalah untuk pertama kali dalam sejarah penemuan perahu Nabi Nuh terdokumentasikan dengan baik dan diungkap ke khalayak di seantero dunia," ujar Aalten saat jumpa pers penemuan tersebut. "Ada banyak bukti-bukti akurat yang menunjukkan bahwa struktur yang ditemukan di Gunung Ararat di Turki bagian timur adalah perahu Nabi Nuh," ujar Aalten.
Perwakilan dari Kependetaan Internasional Masalah Perahu Nabi Nuh mengatakan struktur yang terkandung di beberapa bagian, beberapa balok kayu, diduga merupakan bagian dari perahu yang dipakai sebagai kandang bermacam hewan. Tim arkeolog evangelis juga menyatakan tidak mungkin ada permukiman di kawasan tersebut.
Anggota tim penjelajah, Panda Lee, mengatakan, "Pada Oktober 2008, saya memanjat gunung tersebut dengan tim dari Turki. Di ketinggian sekitar lebih dari 4.000 meter, saya melihat ada struktur bangunan yang terbuat dari papan seperti kayu gelondongan. Tiap papan memiliki ketebalan 8 inchi. Saya melihat tenons, bukti konstruksi kuno sebelum paku besi ditemukan."
Pejabat lokal akan meminta pemerintah pusat Turki mengajukan penemuan itu masuk dalam UNESCO WOrld Heritage agar situs tersebut bisa dilindungi seiring dengan penggalian arkeologi secara besar-besaran.
Menurut beberapa kitab suci, Tuhan memutuskan untuk membanjiri bumi dengan air setelah melihat kondisi dunia yang buruk. Tuhan lalu meminta Nuh untuk membangun sebuah perahu besar dan mengisi perahu tersebut dengan manusia dan hewan.
Menurut kitab suci, setelah banjir surut, perahu Nabi Nuh terdampar di sebuah gunung. Banyak orang menduga Gunung Ararat, titik tertinggi di kawasan tersebut, sebagai tempat labuhan terakhir perahu Nabi Nuh.
Sekelompok penjelajah evangelis dari Turki dan Cina mengatakan mereka menemukan sisa-sisa kayu dari perahu Nabi Nuh di Gunung Ararat di sebelah timur Turki.
Kelompok penjelajah tersebut mendaku dari data karbon kayu tersebut menunjukkan berusia 4.800 tahun. Artinya, waktu tersebut sesuai dengan berlayarnya Perahu Nabi Nuh.
Yeung Wing-Cheung, anggota tim peneliti Kependetaan Internasional Masalah Perahu Nabi Nuh yang melakukan pencarian tersebut, mengatakan, "Itu bukan 100 persen bisa dinyatakan sebagai perahu Nabi Nuh. Tetapi kami rasa 99,9 persen itu merupakan perahu Nabi Nuh."
Dalam beberapa dekade ini, ada berbagai penemuan yang diklaim sebagai perahu Nabi Nuh. Yang paling terkenal adalah penemuan arkeolog Ron Wyatt pada 1987. Wyatt mengklaim menemukan sisa perahu Nabi Nuh di Ararat. Saat itu, pemerintah Turki secara resmi mengumumkan kawasan penemuan Wyatt sebagai taman nasional.
Namun, kaum evangelis bersikeras penemuan terbaru mereka di Gunung Ararat merupakan artefak yang sesungguhnya. Untuk mengkonfirmasikan itu, tim telah memanggil peneliti dari Belanda, Gerrit Aalten.
"Keutamaan dari penemuan ini adalah untuk pertama kali dalam sejarah penemuan perahu Nabi Nuh terdokumentasikan dengan baik dan diungkap ke khalayak di seantero dunia," ujar Aalten saat jumpa pers penemuan tersebut. "
Perwakilan dari Kependetaan Internasional Masalah Perahu Nabi Nuh mengatakan struktur yang terkandung di beberapa bagian, beberapa balok kayu, diduga merupakan bagian dari perahu yang dipakai sebagai kandang bermacam hewan. Tim arkeolog evangelis juga menyatakan tidak mungkin ada permukiman di kawasan tersebut.
Anggota tim penjelajah, Panda Lee, mengatakan, "Pada Oktober 2008, saya memanjat gunung tersebut dengan tim dari Turki. Di ketinggian sekitar lebih dari 4.000 meter, saya melihat ada struktur bangunan yang terbuat dari papan seperti kayu gelondongan. Tiap papan memiliki ketebalan 8 inchi. Saya melihat tenons, bukti konstruksi kuno sebelum paku besi ditemukan."
Pejabat lokal akan meminta pemerintah pusat Turki mengajukan penemuan itu masuk dalam UNESCO WOrld Heritage agar situs tersebut bisa dilindungi seiring dengan penggalian arkeologi secara besar-besaran.
Menurut beberapa kitab suci, Tuhan memutuskan untuk membanjiri bumi dengan air setelah melihat kondisi dunia yang buruk. Tuhan lalu meminta Nuh untuk membangun sebuah perahu besar dan mengisi perahu tersebut dengan manusia dan hewan.
Menurut kitab suci, setelah banjir surut, perahu Nabi Nuh terdampar di sebuah gunung. Banyak orang menduga Gunung Ararat, titik tertinggi di kawasan tersebut, sebagai tempat labuhan terakhir perahu Nabi Nuh.
Sapaan Dalam Jepang
[JAP] Ohayou / Ohayou gozaimasu
[INA] “selamat pagi”
[JAP] Konnichiwa
[INA] “selamat siang”
[JAP] Konbanwa
[INA] “selamat malam”
[JAP] Yoroshiku onegaishimasu
[INA] “mohon bimbingannya” / “mohon bantuannya” –> (biasanya diucapkan pada saat berkenalan, atau pada saat akan mengerjakan sesuatu bersama-sama)
[JAP] O genki desu ka?
[INA] “Apakah Anda sehat?”
[JAP] O kage desu
[INA] “Saya sehat-sehat saja.” –> (digunakan untuk menjawab “O genki desu ka?”)
[JAP] Kyou wa ii o tenki desu ne?
[INA] “Cuaca hari ini bagus, bukan?”
[JAP] Youkoso!
[INA] “Selamat datang!”
[JAP] Moshi-moshi…
[INA] “Halo…” (berbicara lewat telepon)
Yang umum diucapkan Selama Percakapan Berlangsung
[JAP] Hai
[INA] Ya –> (untuk menyetujui sesuatu atau menjawab pertanyaan)
[JAP] Iie
[INA] “Tidak” –> (kebalikannya “hai”)
[JAP] Arigatou / Arigatou gozaimasu
[INA] “Terima kasih” –> (gozaimasu di sini dipakai untuk ucapan formal, atau bisa juga menyatakan “terima kasih banyak”)
[JAP] Gomen na sai
[INA] “Mohon maaf”
[JAP] Sumimasen
[INA] “Permisi” –> (bisa juga diterapkan untuk minta maaf, tapi (umumnya) dalam kadar yang lebih ringan daripada “gomen na sai”)
[JAP] Zannen desu
[INA] “sayang sekali” / “amat disayangkan”
[JAP] Omedetto, ne
[INA] “Selamat ya” –> (untuk beberapa hal yang baru dicapai, e.g. kelulusan, menang lomba, dsb)
[JAP] Dame / Dame desu yo
[INA] “jangan” / “sebaiknya jangan”
[JAP] Suteki desu ne
[INA] “Bagus ya…” / “indah ya…”–> (untuk menyatakan sesuatu yang menarik, e.g. ‘hari yang indah’)
[JAP] Sugoi! / Sugoi desu yo!
[INA] “Hebat!”
[JAP] Sou desu ka
[INA] “Jadi begitu…”–> (menyatakan pengertian atas suatu masalah)
[JAP] Daijoubu desu / Heiki desu
[INA] “(saya) tidak apa-apa” / “(saya) baik-baik saja”
Jika Anda Kesulitan menangkap Ucapan Lawan Bicara Anda
[JAP] Chotto yukkuri itte kudasai.
[INA] “Tolong ucapkan lagi dengan lebih lambat.”
[JAP] Mou ichido itte kudasai.
[INA] “Tolong ucapkan sekali lagi.”
[JAP] Motto hakkiri itte kudasai.
[INA] “Tolong ucapkan dengan lebih jelas.”
Untuk Mengakhiri Pembicaraan
[JAP] Sayonara
[INA] “Selamat tinggal”
[JAP] Mata aimashou
[INA] “Ayo bertemu lagi kapan-kapan”
[JAP] Ja, mata / mata ne
[INA] “Sampai jumpa”
[JAP] Mata ashita
[INA] “Sampai jumpa besok”
Beberapa Kalimat yang Tidak Selalu Muncul dalam Dialog, tetapi merupakan Elemen Kebudayaan Jepang
[JAP] Irasshaimase!
[INA] “Selamat datang!” –> (kalimat ini hanya diucapkan oleh petugas toko ketika Anda berkunjung)
[JAP] Itekimasu!
[INA] “Berangkat sekarang!” –> (kalimat ini diucapkan ketika Anda hendak pergi meninggalkan rumah pada orang yang tetap tinggal di dalam)
[JAP] Iterasshai
[INA] “Hati-hati di jalan” –> (diucapkan ketika seseorang hendak pergi ke luar rumah; umumnya sebagai jawaban untuk “Itekimasu”)
[JAP] Itadakimasu
[INA] [literal] “Terima kasih atas makanannya” –> (kalimat ini sebenarnya tidak diartikan secara harfiah. Masyarakat Jepang biasanya mengucapkan kalimat ini sebagai ungkapan rasa syukur atas makanan yang dihidangkan)
[JAP] Gochisousama deshita
[INA] [literal] “perjamuan/hidangan sudah selesai” –> (seperti “Itadakimasu”, kalimat ini juga tidak diartikan secara harfiah. Masyarakat Jepang pada umumnya mengucapkan kalimat ini seusai makan)
[JAP] Kimochi…!
[INA] [literal] “perasaan/isi hati” > (kata ini umum diucapkan jika Anda merasakan sesuatu yang nyaman di suatu tempat. E.g. Jika Anda pergi ke gunung dan merasa bahwa udara di sana nyaman, maka kata ini bisa Anda gunakan untuk menjelaskannya. ^^ )
Langganan:
Postingan (Atom)